Smart parents..simaklah tulisan dibawah ini.
"Anak saya sangat berbakat di bidang arsitektur…… sejak kecil minatnya melukis dan menyusun miniatur bangunan." Cerita seorang ibu tentang anaknya di sebuah pertemuan para orang tua murid sekolah menengah.
"Keponakan saya berbakat di bidang biologi, jadi ia memilih program studi IPA di sekolah ini." Seorang wanita muda menimpali pendapat pertama. "Kalau anak bungsu saya yang masuk sekolah ini, aktif dalam kegiatan keagamaan….., mungkin ia berbakat jadi ustadz ya? Seorang ibu yang lain menambahkan. Demikian selintas obrolan di antara mereka yang berkisar pada masalah minat dan bakat.
*******
Sering kita jumpai di masyarakat, pembicaraan tentang minat dan bakat seorang anak dalam konteks seperti contoh perbincangan para ibu di atas. Kebanyakan masyarakat masih memandang masalah minat dan bakat sebagai faktor kodrati, keturunan yang ditentukan oleh hereditaas. Tampaknya teori filsafat Nativisme masih membekas di sebagian masyarakat. Arthur Schopenhauer (1788-1860) pelopor dan tokoh filsafat teori ini berpendapat bahwa peerkembangan kepribadian hanya ditentukan oleh faktor hereditas. Menurutnya faktor 'bawaan' ini bersifat kodratidan tidak dapat diubah oleh lingkungan maupun pendidikan. Pendidikan hanyalah upaya untuk merealisasikan potensi ini. Walaupun tidak banyak yang menganut secara mutlak teeori ini, karena ada teori-teori lain yang muncul kemudian dan memandang bahwa faktor lingkungan pun berpengaruh selain herreditas, namun aliran nativisme inii cukup diperhaatikan dalam dunia pendidikan.
Berangkat dari teori-teori semacam ini, para ahli pendidikan Barat mengatakan bahwa ada sebagian manusia yang memiliki bakat memahami matematika, sedangkan yang lain berbakat dibidang bahasa dan seterusnya. Minat adalah kecenderungan untuk memilih aktivitas tertentu, dan bakat adalah faktor kodrati yang dianggap telah tertera dalam struktur genetik seorang anak sejak ia masiih dalam kandungan.
Berdasarkan pandangan inilah dibangun berbagai teori pendidikan yang keliru.
Sekularisasi Pendidikan
Dalam dunia pendidikan yang diwarnai oleh globalisasi kapitalisme, kesalahan dalam memahami fakta 'minat dan bakat' ini semakin teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dunia sekularisme yang memisahkan cara pandang agama dari kehidupan menjadi 'kerangka pandang' dalam menyusun konsep-konsep pendidikan. Materi-materi pendidikan terpilah, tidak saling terkait. Ada pesan moral, etika, bahasa, pengetahuan alam, budaya dan agama, yang satu sama lain tidak saling bersentuhan. Bahkan dalam beberapa hal nilai-nilainya tampak saling bertentangan. Kita dapat melihat bagaimana teori relativitas massa, evolusi materi dan postulat-postulat kimiawi yang dalam penyampaiannya terlepas jauh dari pemahaman manusia tentang Sang Penciptanya. Dapat pula dilihat adanya pertentangan antara prinsip-prinsip ekonomi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan pesan-pesan agama yang diajarkan. Tampak jelas adanya pemisahan aktivitas/perbuatan manusia dengan nilai ruhiyah. Demikian akhirnya manusia difahami dengan kerangka individualis. Manusia dianggap berbeda-beda, ada yang berbakat di bidang sains, ekonomi, politik dan ada yang di bidang agama. Semua ini seolah tidak terlepas dari faktor kodrati/hereditas yang mengarahkan kehidupan manusia, yaitu minat dan bakat.
Kesalahpahaman terhadap minat dan bakat ini juga menyebabkan konsep pendidikan - yaitu membentuk manusia berkepridaian - menjadi tidak sempurna. Ada warna pesimistis yang memperlemah idealisme dunia pendidikan saat ini. Pembentukan kerangka berfikir dalam diri manusia menjadi tidak sempurna pula. Kalaupun Islam dipelajari, maka semua itu tak lebih dari sekedar teori, karena tidak pernah dikaitkan dengan kenyataan. Pemahaman terhadap minat dan bakat semacam ini bagaikan tembok penghalang kebangkitan manusia. Kita dapat membayangkan, bagaimana jika seorang anak dianggap tidak berbakaat sama sekali dalam bidang agama ? Atau seorang anak terlahir dengan rangkaian faktor hereditas yang buruk dan jahat karena orang tua dan leluhurnya adalah penjahat? Maka 'cara pandang semacam ini' adalah musibah dan bencana yang besar bagi agama dalam sejarah kemanusiaan !
Pemahaman seperti ini bertentangan dengan apa yang yang telah disampaikan sendiri oleh Sang Pencipta manusia, Allah SWT, Pencipta dan Penguasa alam semesta, manusia dan kehidupan.
"…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah (tersebut) itu. Tidak ada perubahan pada firman Allah. (Itulah) agama yang lurus…" (QS. Ar Ruum:30).
Fitrah anak harus terjaga dari ketergelinciran dan penyimpangan. Islam memandang keluarga bertanggung jawab atas fitrah anak. Segala penyimpangan yang menimpa fitrah tersebut menurutt pandangan Islam berpangkal dari kedua orang tua atau pendidik
yang mewakilinya. Pendapat itu didasarkan pada pandangan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci lahir bathin dan sehat fitrahnya. Mengenai makna ini, Rasulullah saw bersabda dalam riwayat Abu Hurairah ra:
"Tidak aada seoranng anak pun, kecuali dilahirkan menurut fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya beragama yahudi, nasrani atau majusi; sebagaimana binatang ternak dilahirkan, adakah kamu dapati yang telah dipotong (dilobangi) hidungnya sehingga kamu tidak perlu lagi memotongnya?" (HR Bukhari).
Memahami Minat dan Bakat
Setiap muslim yang telah baligh dan berakal diperintahkan untuk melakukan amal perbuatannya sesuai dengan hukum-hukum Isslam. Wajib bagi mereka untuk menyesuaikan seluruh aktivitasnya dengan perintah dan larangan Allah SWT. Aallah SWT berfirman:
"Apa yang dibawa/diperintahkan oleh Rasul (berupa hukum) kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…"(QS Al Hasyr:7).
Beban hukum ini menurut syara berlaku 'aam (mencakup seluruh perbuatan). Sebagaimana risalah Islam yang berlaku umum untuk setiap perbuatan, bukan perbuatan-perbuatan tertentu.
Allah SWT telah memberikan potensi yang sama bagi setiap manusia, yaitu berupa kebutuhan jasmani dan naluri. Diciptakannya akal bagi manusia dengan tabiat akal ini mampu memahami aturan-aturan Islam (hukum syara') yang berkaitan dengan pemenuhan seluruh kebutuhan jasmani dan nalurinya.
Adapun mengenai otak sebagai salah satu unsur yang menyusun akal (potensi berpikir) manusia, dilihat dari segi anatominya tidaklah berbeda pada setiap individu. Manusia memiliki otak yang sama. Tidak ditemui adanya perbedaan dari segi pemikiran, yang disebabkan oleh perbedaan daya serap indera dan informasi yang diperolehnya serta perbedaan tingkat kekuatan nalar. Setiap otak manusia memiliki daya pikir terhadap sesuatu yang ditunjang oleh empat unsur yaitu otak itu sendiri, informaasi yang diperoleh, fakta yang dapat ditangkap indera dan panca indera. Tidak ada bakat khusus pada otak sebagian manusia, yang tidak terdapat pada manusia yang lain. Perbedaan yang ada dalam otak hanyalah dalam kekuatan nalar dan kekuatan daya serap indera. Kekuatan ini tak ubahnya seperti kekuatan yang terdapat dalam mata ketika melihat sesuatu atau telinga dalam mendengarkan suara. Oleh karena itu setiap orang dapat dapat diberi pengetahuan apapun. Otak memiliki 'bakat' untuk memahaminya. Dengan demikian pendapat-pendapat ilmu psikologi dan filsafat mengenai bakat-bakat tertentu pada otak manusia tidaklah benar.
Mengenai minat, pada faktanya ia adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu aaaktivitas tertentu. Minat bisa merupakan dorongan dari naluri yang fitri terdapat manusia, namun bisa pula dorongan dari pemikiran yang disertai perasaan kemudian menggerakkannya menjadi suatu amal. Minat yang hanya muncul dari dorongan perasaan tanpa pemikiran mudah berubah sesuai dengann perubahan perasaannya.
Perasaan yang tidak dikendalikan oleh adanya fikir (bukan hasil dorongan pemikiran), mudah dipengaruhi dan berubah sesuai dengan perubahan lingkungan, fakta yang dihadapinya dan lain-lain. Dalam kondisi ini minat seseorang bisa sangat lemah dan tidak stabil sesuai dengan perubahan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan Islam bersifat mengarahkan dan menjaga minat tersebut agar senantiasa sesuai dengan pandangan hidup Islam. Dalam hal ini minat adalah sesuatu yang bisa diprogram dan diarahkan sesuai dengan yang dikehendaki dalam dunia pendidikan Islam.
Demikianlah kesalahan memahami fakta minat dan bakat yang dijadikan landasan membangun konsep pendidikan telah menyebabkan kerancuan dalam membangun teori-teori pendidikan. Pembagian ilmu menjadi ilmu pengetahuan alam, sosial kemanusiaan dan agama, serta membiarkan anak memilih dan mempelajari ilmu tertentu sesuai minat, kesanggupan dan daya serapnya adalah pandangan yang keliru. Hal lain yang merusak adalah pandangan yang yang menyatakan bahwa seseorang berbakat di bidang ilmu tertentu dan tidak berbakat di bidang yang lain. Semua ini akan mendorong banyak orang mempelajari ilmuu tertentu dan menghalangi mempelajari ilmu yang lain. Kalau sudah begini, usaha perbaikan fundamental terhadap masyarakat dalam rangka mewujudkan generasi dengan pemikiran yang integral dan produktif akan terhambat. Tidak ada cara lain mengembalikan kecemerlangan pendidikan Islam kecuali dengan tetap berpegang teguh pada sseluruh ajaran Islam dan menyingkirkan ajaran lain yang merusak. Hanya Islamlah jalan selamat, karena ia adalah tuntunan berfikir, tuntunan hidup dan risalah yang sempurna. by: Lathifah Musa