Dindaku....
Aku ingin menikahimu bukan hanya karena aku cinta padamu.
Aku ingin menikahimu karena aku ingin menggenapkan saparuh agamaku.
Aku ingin mengharapkan berkah atas pernikahan kita.
Aku memilihmu bukan hanya karena kecantikanmu.
Karena cantik tanpa ruhiyah, seperti pohon tanpa akar. Dia akan segera layu.
Aku ingin kecantikan yang hakiki. Bukan kecantikan yang semu.
Dindaku....
Aku memilihmu bukan karena uangmu.
Aku memilihmu karena engkau menyejukkan hatiku.
Aku mencintaimu karena engkau bisa menguatkan imanku disaat aku lemah.
Dindaku...
Aku ingat saat orang tuamu meminta kesediaanmu atas pinanganku, engkau hanya menundukkan kepala dengan wajah tersipu.Tak sepatah katapun terlontar dari mulut mungilmu. Mungkin itu pertanda engkau menerima pinanganku.
Dindaku....
Hari itu 25 Agustus 2007 kubacakan kalimat yang menghalalkan kebersamaan kita. Saat itu pecah tangis yang mengharu biru memecah gelapnya malam.
Dindaku...
Masih ingatkah engkau ketika bulek Umi nyuruh kita untuk menyegerakan shalat dua rakaat setelah akad?Dan engkau masih malu malu ngobrol denganku.
Dindaku...
Kini kita udah hampir empat tahun kita bersama, kian kurasakan pancaran cinta yang kuat darimu. Kasih sayangmu yang begitu tulus.
Dindaku....
Aku tahu engkau ingin membahagiakanku dengan peluh keringatmu. Engkau selalu berjuang untuk menjadi istri sholihah.
Dindaku...
Jadilah wanita sholihah yang menyejukkan hatiku, menjaga pandanganku. Karena sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah.
Dindaku....
Maafkan aku.ternyata aku belum bisa memahamimu. Diawal pernikahan kita sering bertengkar. Bertengkar untuk hal yang gak perlu dipertengkarkan. Itu karena keegoisanku dan kebodohanku. Engkau sering menangis dibalik bantal, sedangkan aku terdiam dalam kemarahanku. Aku bersyukur engkau mau mengajariku bagaimana caranya menjadi suami yang baik dan penuh pengertian.
(ngantuk......to be continued)
Aku ingin menikahimu bukan hanya karena aku cinta padamu.
Aku ingin menikahimu karena aku ingin menggenapkan saparuh agamaku.
Aku ingin mengharapkan berkah atas pernikahan kita.
Aku memilihmu bukan hanya karena kecantikanmu.
Karena cantik tanpa ruhiyah, seperti pohon tanpa akar. Dia akan segera layu.
Aku ingin kecantikan yang hakiki. Bukan kecantikan yang semu.
Dindaku....
Aku memilihmu bukan karena uangmu.
Aku memilihmu karena engkau menyejukkan hatiku.
Aku mencintaimu karena engkau bisa menguatkan imanku disaat aku lemah.
Dindaku...
Aku ingat saat orang tuamu meminta kesediaanmu atas pinanganku, engkau hanya menundukkan kepala dengan wajah tersipu.Tak sepatah katapun terlontar dari mulut mungilmu. Mungkin itu pertanda engkau menerima pinanganku.
Dindaku....
Hari itu 25 Agustus 2007 kubacakan kalimat yang menghalalkan kebersamaan kita. Saat itu pecah tangis yang mengharu biru memecah gelapnya malam.
Dindaku...
Masih ingatkah engkau ketika bulek Umi nyuruh kita untuk menyegerakan shalat dua rakaat setelah akad?Dan engkau masih malu malu ngobrol denganku.
Dindaku...
Kini kita udah hampir empat tahun kita bersama, kian kurasakan pancaran cinta yang kuat darimu. Kasih sayangmu yang begitu tulus.
Dindaku....
Aku tahu engkau ingin membahagiakanku dengan peluh keringatmu. Engkau selalu berjuang untuk menjadi istri sholihah.
Dindaku...
Jadilah wanita sholihah yang menyejukkan hatiku, menjaga pandanganku. Karena sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah.
Dindaku....
Maafkan aku.ternyata aku belum bisa memahamimu. Diawal pernikahan kita sering bertengkar. Bertengkar untuk hal yang gak perlu dipertengkarkan. Itu karena keegoisanku dan kebodohanku. Engkau sering menangis dibalik bantal, sedangkan aku terdiam dalam kemarahanku. Aku bersyukur engkau mau mengajariku bagaimana caranya menjadi suami yang baik dan penuh pengertian.
(ngantuk......to be continued)