websitepemula

Saturday, November 27, 2010

Penyedap rasa non MSG

Smart parents....sudah saatnya kita cermat memilih penyedap rasa.
Semua penyedap rasa yang dipasarkan mengandung MSG.
Ada apa dengan MSG?
MSG ( MONOSODIUM GLUTAMAT )
Sejarah
Jurnal Chemistry Senses menyebutkan, Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya - asam, manis, asin dan pahit - dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sementara menurut beberapa media populer , sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa. Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per tahun .
DAMPAK MSG TERHADAP MANUSIA:
1. Dapat merusak otak
2. Menurunkan daya ingat
3. Merusak syaraf
4. Berpengaruh negatif terhadap otak janin
5. Meningkatkan obesitas
6. Menyebabkan hipertensi dan penyakit jantung

Masih melirik penyedap rasa biasa?

Kini hadir penyedap rasa Alsultan NON MSG.
Halal....dari bahan-bahan organik.

Harga tiap botol @ Rp 15.000 (80 gram)
Ada dua rasa: ayam dan daging.

So...tunggu apalagi..sayangi keluarga anda.
Mau reseller juga bisa, min pemb 20 botol @ 12.000
hub 081392791883

Kesalahpahaman Memandang Minat dan Bakat

Smart parents..simaklah tulisan dibawah ini.
       "Anak saya sangat berbakat di bidang arsitektur…… sejak kecil minatnya melukis dan menyusun miniatur bangunan." Cerita seorang ibu tentang anaknya di sebuah pertemuan para orang tua murid sekolah menengah.
        "Keponakan saya berbakat di bidang biologi, jadi ia memilih program studi IPA di sekolah ini." Seorang wanita muda menimpali pendapat pertama. "Kalau anak bungsu saya yang masuk sekolah ini, aktif dalam kegiatan keagamaan….., mungkin ia berbakat jadi ustadz ya? Seorang ibu yang lain menambahkan. Demikian selintas obrolan di antara mereka yang berkisar pada masalah minat dan bakat.
                                            *******
         Sering kita jumpai di masyarakat, pembicaraan tentang minat dan bakat seorang anak dalam konteks seperti contoh perbincangan para ibu di atas. Kebanyakan masyarakat masih memandang masalah minat dan bakat sebagai faktor kodrati, keturunan yang ditentukan oleh hereditaas. Tampaknya teori filsafat Nativisme masih membekas di sebagian masyarakat. Arthur Schopenhauer (1788-1860) pelopor dan tokoh filsafat teori ini berpendapat bahwa peerkembangan kepribadian hanya ditentukan oleh faktor hereditas. Menurutnya faktor 'bawaan' ini bersifat kodratidan tidak dapat diubah oleh lingkungan maupun pendidikan. Pendidikan hanyalah upaya untuk merealisasikan potensi ini. Walaupun tidak banyak yang menganut secara mutlak teeori ini, karena ada teori-teori lain yang muncul kemudian dan memandang bahwa faktor lingkungan pun berpengaruh selain herreditas, namun aliran nativisme inii cukup diperhaatikan dalam dunia pendidikan.
         Berangkat dari teori-teori semacam ini, para ahli pendidikan Barat mengatakan bahwa ada sebagian manusia yang memiliki bakat memahami matematika, sedangkan yang lain berbakat dibidang bahasa dan seterusnya. Minat adalah kecenderungan untuk memilih aktivitas tertentu, dan bakat adalah faktor kodrati yang dianggap telah tertera dalam struktur genetik seorang anak sejak ia masiih dalam kandungan.
Berdasarkan pandangan inilah dibangun berbagai teori pendidikan yang keliru.

Sekularisasi Pendidikan
        Dalam dunia pendidikan yang diwarnai oleh globalisasi kapitalisme, kesalahan dalam memahami fakta 'minat dan bakat' ini semakin teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dunia sekularisme yang memisahkan cara pandang agama dari kehidupan menjadi 'kerangka pandang' dalam menyusun konsep-konsep pendidikan. Materi-materi pendidikan terpilah, tidak saling terkait. Ada pesan moral, etika, bahasa, pengetahuan alam, budaya dan agama, yang satu sama lain tidak saling bersentuhan. Bahkan dalam beberapa hal nilai-nilainya tampak saling bertentangan. Kita dapat melihat bagaimana teori relativitas massa, evolusi materi dan postulat-postulat kimiawi yang dalam penyampaiannya terlepas jauh dari pemahaman manusia tentang Sang Penciptanya. Dapat pula dilihat adanya pertentangan antara prinsip-prinsip ekonomi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan pesan-pesan agama yang diajarkan. Tampak jelas adanya pemisahan aktivitas/perbuatan manusia dengan nilai ruhiyah. Demikian akhirnya manusia difahami dengan kerangka individualis. Manusia dianggap berbeda-beda, ada yang berbakat di bidang sains, ekonomi, politik dan ada yang di bidang agama. Semua ini seolah tidak terlepas dari faktor kodrati/hereditas yang mengarahkan kehidupan manusia, yaitu minat dan bakat.

       Kesalahpahaman terhadap minat dan bakat ini juga menyebabkan konsep pendidikan - yaitu membentuk manusia berkepridaian - menjadi tidak sempurna. Ada warna pesimistis yang memperlemah idealisme dunia pendidikan saat ini. Pembentukan kerangka berfikir dalam diri manusia menjadi tidak sempurna pula. Kalaupun Islam dipelajari, maka semua itu tak lebih dari sekedar teori, karena tidak pernah dikaitkan dengan kenyataan. Pemahaman terhadap minat dan bakat semacam ini bagaikan tembok penghalang kebangkitan manusia. Kita dapat membayangkan, bagaimana jika seorang anak dianggap tidak berbakaat sama sekali dalam bidang agama ? Atau seorang anak terlahir dengan rangkaian faktor hereditas yang buruk dan jahat karena orang tua dan leluhurnya adalah penjahat? Maka 'cara pandang semacam ini' adalah musibah dan bencana yang besar bagi agama dalam sejarah kemanusiaan !

        Pemahaman seperti ini bertentangan dengan apa yang yang telah disampaikan sendiri oleh Sang Pencipta manusia, Allah SWT, Pencipta dan Penguasa alam semesta, manusia dan kehidupan.
"…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah (tersebut) itu. Tidak ada perubahan pada firman Allah. (Itulah) agama yang lurus…" (QS. Ar Ruum:30).
Fitrah anak harus terjaga dari ketergelinciran dan penyimpangan. Islam memandang keluarga bertanggung jawab atas fitrah anak. Segala penyimpangan yang menimpa fitrah tersebut menurutt pandangan Islam berpangkal dari kedua orang tua atau pendidik
yang mewakilinya. Pendapat itu didasarkan pada pandangan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci lahir bathin dan sehat fitrahnya. Mengenai makna ini, Rasulullah saw bersabda dalam riwayat Abu Hurairah ra:
"Tidak aada seoranng anak pun, kecuali dilahirkan menurut fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya beragama yahudi, nasrani atau majusi; sebagaimana binatang ternak dilahirkan, adakah kamu dapati yang telah dipotong (dilobangi) hidungnya sehingga kamu tidak perlu lagi memotongnya?" (HR Bukhari).

Memahami Minat dan Bakat
Setiap muslim yang telah baligh dan berakal diperintahkan untuk melakukan amal perbuatannya sesuai dengan hukum-hukum Isslam. Wajib bagi mereka untuk menyesuaikan seluruh aktivitasnya dengan perintah dan larangan Allah SWT. Aallah SWT berfirman:
"Apa yang dibawa/diperintahkan oleh Rasul (berupa hukum) kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…"(QS Al Hasyr:7).

        Beban hukum ini menurut syara berlaku 'aam (mencakup seluruh perbuatan). Sebagaimana risalah Islam yang berlaku umum untuk setiap perbuatan, bukan perbuatan-perbuatan tertentu.
Allah SWT telah memberikan potensi yang sama bagi setiap manusia, yaitu berupa kebutuhan jasmani dan naluri. Diciptakannya akal bagi manusia dengan tabiat akal ini mampu memahami aturan-aturan Islam (hukum syara') yang berkaitan dengan pemenuhan seluruh kebutuhan jasmani dan nalurinya.
Adapun mengenai otak sebagai salah satu unsur yang menyusun akal (potensi berpikir) manusia, dilihat dari segi anatominya tidaklah berbeda pada setiap individu. Manusia memiliki otak yang sama. Tidak ditemui adanya perbedaan dari segi pemikiran, yang disebabkan oleh perbedaan daya serap indera dan informasi yang diperolehnya serta perbedaan tingkat kekuatan nalar. Setiap otak manusia memiliki daya pikir terhadap sesuatu yang ditunjang oleh empat unsur yaitu otak itu sendiri, informaasi yang diperoleh, fakta yang dapat ditangkap indera dan panca indera. Tidak ada bakat khusus pada otak sebagian manusia, yang tidak terdapat pada manusia yang lain. Perbedaan yang ada dalam otak hanyalah dalam kekuatan nalar dan kekuatan daya serap indera. Kekuatan ini tak ubahnya seperti kekuatan yang terdapat dalam mata ketika melihat sesuatu atau telinga dalam mendengarkan suara. Oleh karena itu setiap orang dapat dapat diberi pengetahuan apapun. Otak memiliki 'bakat' untuk memahaminya. Dengan demikian pendapat-pendapat ilmu psikologi dan filsafat mengenai bakat-bakat tertentu pada otak manusia tidaklah benar.
        
         Mengenai minat, pada faktanya ia adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu aaaktivitas tertentu. Minat bisa merupakan dorongan dari naluri yang fitri terdapat manusia, namun bisa pula dorongan dari pemikiran yang disertai perasaan kemudian menggerakkannya menjadi suatu amal. Minat yang hanya muncul dari dorongan perasaan tanpa pemikiran mudah berubah sesuai dengann perubahan perasaannya.
Perasaan yang tidak dikendalikan oleh adanya fikir (bukan hasil dorongan pemikiran), mudah dipengaruhi dan berubah sesuai dengan perubahan lingkungan, fakta yang dihadapinya dan lain-lain. Dalam kondisi ini minat seseorang bisa sangat lemah dan tidak stabil sesuai dengan perubahan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan Islam bersifat mengarahkan dan menjaga minat tersebut agar senantiasa sesuai dengan pandangan hidup Islam. Dalam hal ini minat adalah sesuatu yang bisa diprogram dan diarahkan sesuai dengan yang dikehendaki dalam dunia pendidikan Islam.

         Demikianlah kesalahan memahami fakta minat dan bakat yang dijadikan landasan membangun konsep pendidikan telah menyebabkan kerancuan dalam membangun teori-teori pendidikan. Pembagian ilmu menjadi ilmu pengetahuan alam, sosial kemanusiaan dan agama, serta membiarkan anak memilih dan mempelajari ilmu tertentu sesuai minat, kesanggupan dan daya serapnya adalah pandangan yang keliru. Hal lain yang merusak adalah pandangan yang yang menyatakan bahwa seseorang berbakat di bidang ilmu tertentu dan tidak berbakat di bidang yang lain. Semua ini akan mendorong banyak orang mempelajari ilmuu tertentu dan menghalangi mempelajari ilmu yang lain. Kalau sudah begini, usaha perbaikan fundamental terhadap masyarakat dalam rangka mewujudkan generasi dengan pemikiran yang integral dan produktif akan terhambat. Tidak ada cara lain mengembalikan kecemerlangan pendidikan Islam kecuali dengan tetap berpegang teguh pada sseluruh ajaran Islam dan menyingkirkan ajaran lain yang merusak. Hanya Islamlah jalan selamat, karena ia adalah tuntunan berfikir, tuntunan hidup dan risalah yang sempurna. by: Lathifah Musa

Friday, November 26, 2010

Lima Poin Pendidikan Anak Dalam Islam

Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.

Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.
Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)

Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.

Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
  1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
  2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
  3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.

Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).

Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.

Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:
Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.
Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN) 
www.eramuslim.com

Tuesday, November 23, 2010

Semangati Dengan Cinta

Smart parents...
Apa yang membedakan tokoh-tokoh besar dengan orang biasa?Mereka sama-sama makhluk Alloh yang dibekali akal dan pikiran.Yang membedakan  mereka adalah Semangatnya. Mereka memiliki keyakinan yang sangat kuat, bahkan disaat orang lain tak sanggup membayangkan beratnya beban. Orang besar bisa jadi bukanlah orang yang cerdas pada masanya.Tetapi dialah yang mampu melihat masalah sebagai tantangan dan memandang masa depan sebagai peluang.bukan ancaman.

Smart parents...
Orang-orang besar itu bukan tidak bisamengenali ancaman. Tetapi,hati merekalah yang begitu bercahaya. Mereka inilah yang sanggup membangkitkan jiwa-jiwa lemah untuk menemukan kembali keluatan dan makna hidupnya. Mereka inilah yang melihat celah, pada saat orang lain merasa tak ada peluang sama sekali
Tetapi, orang besar tidak dilahirkan.Orang -orang besar itu ditempa, diukir, dan dipersiapkan oleh pendidikan yang baik dan benar. Salah satunya adalah tersedianya kesediaan untuk senantiasa menyemangati dengan cinta. Menggerakkan jiwa mereka untuk melakukan kerja besar yang bermakna. Bukan menyibukkan diri dengan kekurangan.

Smart parents...
Orang tua seperti apakah kita ini bagi anak-anak kita?

Monday, November 22, 2010

behind the scene

Smart parents..
       Mom and dad, ayah bunda,umi abi...Kenapa sih harus smart parents? Itu semata-mata karena pangabdianku pada Alloh Sang Pencipta.Sebagai orang tua tentunya kita ingin berusaha memberikan yang terbaik kepada buah hati kita. Pasti semua sepakat ya dengan statement tersebut..Saya yakin semua orang tua gak pingin mencelakan anaknya,membuat anaknya susah atau menderita dsb.
Trus kenapa harus seperti itu? Jika kita dihadapkan pada pertanyaan seperti ini,apa yang terlintas dalam benak kita sebagai orang tua. Jawabannya beragam, ada yang bilang "anak kan amanah". Ya...anak adalah amanah yang Alloh titipkan kepada kita sebagai orang tua.
Kalau Aa’ Gym bilang, kayak ilmunya tukang parkir.Seorang tukang parkir akan menjaga motor atau mobil yang dititipkan kepadanya sebaik mungkin. Namun apakah sebagai orang tua kita cukup seperti tukang parkir? Tentunya tidak.

Smart parents..
       Sekedar cerdas aja ternyata tidak cukup untuk mempersiapkan anak kita menjadi pengemban amanah. Sebagai orang tua kita harus membekali ilmu kita dengan ilmu yang memadai.
    “saya kan punya uang banyak, saya bisa menyekolahkan anak saya ke sekolah unggulan, sekolah IT atau boarding school sekalipun”
Cukupkah dengan uang yang banyak,trus kita bisa membelinya dengan uang?

Smart parents...
Saatnya kita berpikir ulang bagaimana kita menjalankan tugas dan kwajiban sebagai ayah bunda.Apakah sudah sesuai dengan yang dituntunkan Alloh?atau masih jauh dari itu semua. Berpikir sebelum bertindak.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Free Web Hosting